Farida melangkahkan kaki dari teras menuju dapur. Langkahnya yang terburu – buru membuat nafasnya ikut memburu. Dadanya naik turun seirama dengan hembusan nafasnya. Tak ada waktu untuk menyiapkannya lebih lama. Ia segera menyentuh panci , wajan , dan seluruh perlengkapan masaknya. Ibu masih di pasar bersama adiknya , Eko. Mereka masih membelanjakan sisa uang Farida untuk kelengkapan sayur dan daging. Farida meninggalkan mereka yang masih menawar harga daging mengingat waktu kian mengejarnya. Ia terpaksa memasak sayur yang tersedia dulu supaya nanti pekerjaannya cepat selesai. Di tasnya ada kangkung , wortel , tempe dan tahu yang akan ia tumis. Dicampurnya di atas wajan bersama seluruh bumbu. Aromanya kian terasa walau baru saja dimasak. Tiga puluh menit berikutnya ia sudah menyelesaikan pekerjaan menumisnya.
Tumis kangkung yang sepertinya enak , bisa dicium dari baunya yang merangsang hidung untuk memberi aba – aba kepada mulut agar segera menyantapnya. Sebenarnya ia ingin mencicipinya , tapi rasa gelisah membuatnya mengurungkan niatnya itu. Sampai saat ini sang ibu belum nampak. Namun , tak la akemudian terdengar suara pintu dibuka dari luar. Ia bergegas ke depan.
“Untung saja tadi kita mengantri lebih dulu ya, Ko. Kalau tidak , sudah ludes sayur tadi dibeli ibu – ibu sombong itu”,katanya. Eko hanya tersenyum mendengar celotehan ibunya. Dari belakang , Farida segera menghampiri.
“Bagaimana , Bu ? Dapat sayurnya ?”,tanyanya.
“Iya,Da. Dagingnya juga dapat. Pokoknya lengkap semua. Kamu sudah masak tumisnya ,kan ?”.
“Wah .. kelihatannya sudah, Bu. Baunya sjaa sampai sini. Membuat Eko lapar saja”,sahut Eko.
“Iya, nanti buat kamu disisakan,Ko. Ayo sekarang bantu Mbak Ida sama ibu di dapur !”,ajak Ida ,nama panggilan Farida.
“Siap,Mbak!”.
Mereka akhirnya pwergi ke dapur. Ketiganya mendapat tugas masing – masing. Ibu memotong daging ,Eko mencuci daging ayam, dan Farida memotong sayuran serta menyiapkan bumbu – bumbu. Ia yang akan memasaknya pula
Farida memang pandai memasak, Masakannya tak jauh beda dengan masakan ibunya. Dulu , Bu Eny ,ibu Farida adalah seorang koki di sebuah restoran ternama di Jakarta. Masakannya selalu disantap oleh pengusaha – pengusaha dari seluruh Indonesia. Namun , setelah lima tahun bekerja di restoran tersebut , ia akhirnya dipecat. Pemecatan itu bukan tak beralasan. Restoran tempatnya bekerja bangkrut , pegawai – pegawainya pun dipecat. Termasuk dirinya. Akhirnya ia memutuskan untuk mendirikan usaha sendiri di rumah bersama suami dan anaknya. Mereka mendapat modal dari pinjaman bank. Sampai suatu hari pihak bank menyita rumah dan seluruh isinya karena ternyata uang yang dipinjam sebagai modal tidak bisa dikembalikan dalam waktu dekat. Ternyata sang suami meminjam uang bank lebih dari yang direncanakan untuk modal pembuatan restoran. Ia kemudian meninggal bunuh diri karena takut di kejar polisi. Sementara Bu Eny dan Farida mendirikan usaha catering kecil-kecilan.
Waktu terus berjalan. Tinggal lima jam lagi yang tersisa sebelum makanan –makanan yang dibuat Farida dan ibunya tadi dikemas ke dalam wadah besar untuk dikirim ke pesta pertunanganseorang anak pengusaha ternama. Ia sempay heran. Mengapa pengisaha terkenal justru memesan masakan sederhana dari cateringnya ? Bukankah pertunangan anak pengusaha seharusnya mewah dengan catering yang sudah punya nama pula ? Tapi mereka justru memesan masakan tradisional kepada catering Bu Eny. Mungkin sang anak yang menginginkannya , pikirnya. Atau memang acara pertunangan yang akan diselenggarakan bertema tradisional ? Bisa jadi dua kemungkinan tadi memang benar.
Setelah daging , ayam dan sayur selesai dipotong , ia segera menyalakan kompor dan memanasi minyak. Kemudian setelah minyak panas , ia menggoreng ayam yang sudah dilumuri bumbu. Digorengnya sampai matang sempurna. Ia memasukkan ayam berikutnya setelah ayam pada kloter pertama sudah siap saji,begitu seterusnya. Lalu daging sapi yang sudah dipotong kecil – kecil oleh ibunya tadi. Ia akan membuat dendeng sapi,sisanya digoreng dengan dilumuri kecap. Yang terakhir ia membuat sop daging dengan sisa ayam yang digoreng tadi , selanjutnya salad sayur , dan minuman dingin seperti es buah dan es kelapa muda. Ia bersemangat sekali. Apalagi ada ibu dan Eko yang membantunya. Di dalam benaknya adalah bagaimana bisa membuat pengusaha itu puas atas hasil “karyanya” sehingga ia bisa mengembangkan usaha catering sang ibu. Maka dari itu ia semangat sekali ketika mengetahui bahwa seorang pengusaha terkenal mau memesan catering padanya. Ketika ditanyakannya kepada sang ibu , mengapa pengusaha itu memesan catering padanya , ternyata dulu kakeknya adalah teman seperjuangan kakek si anak pengusaha itu. Terjawab sudah pertanyaannya selama ini. Jadi , karena bersahabat rupanya. Jika tidak ada hubungan persahabatan apa mungkin mereka mau memesan catering padanya ?
Pertanyaan yang kedua itu segera ia buang jauh – jauh dari fikirannya. Ia pantang berprasangka buruk kepada orang lain. Sekarang , yang harus ia lakukan adalah menyelesaikan pekerjaannya yang tinggal sedikit. Ibu dan Eko menyiapkan wadahnya. Mereka meletakkan seluruh masakan pada wadah yang berbeda. Lima menit berikutnya , Farida sudah memutar tombol kompor gas pertanda pekerjaannya telah selesai. Ia membiarkan sopnya tetap di panci besar sedangkan dirinya segera menghambur bersama Ibu dan Eko.
Semua beres dalam waktu tiga setengah jam. Padahal waktu yang disediakan seharusnya empat jam. Setengah jam yang tersisa dimanfaatkan mereka untuk mandi dan satu jam berikutnya mereka berangkat ke tempat tujuan menaiki mobil Pak Andi,tetangga mereka yang baik hati. Pak Andi menurunkan mereka tepat di depan rumah Pak Suherman yang mewah itu. Istana presiden saja hampir tersaingi oleh bangunan mewah bergaya Spanyol itu. Rida dan Eko berdecak kagum. Sesekali mereka mengamati tiap centi permukaan bangunannya. Seperti seorang profesor yang mengamati hewan kecil melalui teleskopnya. Bu Eny hanya tersenyum geli.
Seorang bertubuh subur berlari membukakan pintu gerbang. Sepertinya ia adalah satpam di rumah itu. Pakaiannya memang tidak menunjukkan bahwa ia satpam,tapi Farida hanya menebak saja. Dengan terburu – buru mereka masuk karena si satpam bilang acara akan segera dimulai. Para tamu mena gbelum datang,namun setidaknya mereka sudah siap.
Di dalam rumah itu,mereka menyiapkan hidangan pada piring dan mangkok saji dibantu pembantu rumah tangga yang jumlahnya ada empat orang. Di sini pembantunya banyak. Mengapa tidak memasak sendiri saja ? Apa mereka tidak bisa memasak ?,pikirnya. Asumsi yang kedua jelaslah tidak benar. Pembantu diperkerjakan untuk mengurusi segala macam urusan rumah tangga termasuk memasak. Jadi kalau pembantu tidak bisa memasak , namanya bukan pembantu lagi. Mungkin memang benar kata ibu. Si kakek ingin membalas jasanya kepada kakek Ida dengan memesan katering kepadanya. Itu hanya sekedar asumsi saja.
Setelah selesai , mereka menghambur ke ruang kecil dekat dapur untuk menunggu tamu datang dan acara segera dimulai. Tuan rumah tak mengizinkan mereka pulang ,karena Bu Eny beserta keluarga sudah tercatat sebagai tamu undangan. Sesaat ponsel Ida berdering. Ada telepon dari Varis,kekasihnya.
“Halo, Ris. Ada apa?”,panggilnya lembut.
“Halo,Da”,jawabnya sedikit terisak. Ia melenguh kemudian.
“Kamu kenapa?”,tanyanya ketika mendengar suara lenguhan itu. Seperti lesu tak bertenaga.
“Aku .. Aku minta maaf ya,Da kalau aku punya salah”.
“Iya. Aku udah maafin kamu kok. Lagipula kamu nggak salah apa – apa. Kenapa , tumben bilang begitu ?
“Nggak papa, Da. Aku mencintaimu,sungguh. Aku tak ingin melepasmu”,isaknya terdengar lagi.
Seketika terdengar suara seorang lelaki yang samar – samar dan kemudian telepon terputus.Farida geleng –geleng kepala. Ia merasa Varis ingin mengucapkan sesuatu. Tapi , ia belum mendengar apa – apa sebelum kemudian telefon terputus. Sebenarnya ia ingin menelepon Varis untuk memastikan bahwa kekasihnya itu baik – baik saja , namun segera diurungkan biatnya itu mengingat ia berada di rumah orang,bukan rumahnya sendiri. Acara juga akan dimulai. Tamu undanganpun segera datang. Ternyata benar yang ditebak – tebak oleh Farida. Acara pertunangan ini bertemakan tradisional. Melihat sekeliling , ia jadi yakin bahwa tebakannya benar. Para tamu undangan wanita memakai kebaya , sedang yang pria memakau jas hitam beserta celana panjang. Untung saja Farida dan ibunya juga memakai kebaya. Jika tidak ,pasti sudah malu sekali memakai pakaian mencolok sendiri. Sedangkan Eko hanya memakai baju batik. Pak Herman ,si Tuan Rumah memakai jas berwarna coklat dengan dasi berwarna sama. Ia berdiri di dekat seorang wanita berkebaya coklat tua. Mereka tengah berbincang. Suara tamu undangan membuat bising serta kedengaran seperti dengungan lebah. Kiranya mereka tak sabar melihat pasangan yang akan ditunangkan tersebut. Tentunya dalam hati masing – masing ingin mengomentari keserasian pasangan tersebut.
Ketika akan minggir ke dekat jendela tempat makanan tersaji, Farida tak sengaja menangkap raut wajah yang cantik,berkebaya putih,sedang memasang senyum kepada setiap tamu. Farida kagum akan kecantikannya. Lipstick merahnya membuat kontras dengan warna kulitnya. Ia sepertinya hanya membubuhkan bedak sedikit saja karena wajahnya yang putih bersih terlalu indah untuk ditutupi dengan bedak bermerk terkenalpun. Lama ia memandangi wanita itu,matanya tertuju pada sosok pria yang muncul dengan tiba-tiba di dekat sang wanita. Pria itu adalah Varis,kekasihnya. Apakah Varis adalah sa;ah satu tamu undangan ?,pikirnya.Varis puntak sengaja menatapnya dengan sedikit terkejut. Perasaan was – was dan keringat dingin mulai menyerbunya. Farida hanya menyunggingkan senyum yang dibalas oleh Varis dengan ragu. Kemudian terdengar suara parau Pak Herman membuka acara. Sebelumnya ia mengenalkan putranya yang akan ditunangkan dengan seorang anak gadis pengusaha ternama pula. Pada saat namanya disebut,ia tercengang. Lehernya seperti dicekik. Bibirnya membuka tanpa mengeluarkan suara. Salahkah yang didengarnya tadi ?
Pak Herman menyebutkan nama Varis Suherman. Tak salah lagi. Memang benar Varis adalah putra pengusaha terkenal itu. Tapi, mengapa ia tak pernah cerita padanya ? Bahkan ia tak pernah menunjukkan rumahnya yang mewah itu. Sehingga Farida pun tak tahu jika rumah mewah bergaya Spanyol itu adalah rumah kekasihnya. Selama ini Varis memang tidak pernah menceritakan latar belakang keluarganya. Ia mengira Varis adalah lelaki biasa seperti dalam pikirannya. Gayanya saja sudah menunjukkan bahwa lelaki itu bukan anak orang biasa,melainkan anak orang biasa seperti dirinya. Namun ia salah. Lelaki yang menjalim cinta dengannya selama delapan bulan terakhir adalah seorang anak pengusaha terkenal. Buru-buru Farida menyembunyikan keterkagetannya sebelum ibu bertanya macam – macam. Pandangannya Tertuju pada Varis dan tunangannya. Acara tukar cincin akan segera dimulai.
“Baiklah para hadirin. Untuk mempersingkat waktu ,marilah kita segera menyaksikan acara tukar cincin antara putra saya, Varis Suherman dengan kekasihnya Sovia Felisha”.
Ragu – ragu Varis mengambil cincin tersebut dari kotaknya. Tangannya gemetar sejadi-jadinya. Sesekali ia memandang ke arah berdirinya Farida. Yang dipandang hanya menyunggingkan senyum terpaksanya. Senyumnya dibuat-buat untuk menyenangkan hati Varis dan menghilangklan ketegangan yang terjadi. Ia terus saja memperhatikan kedua pasangan itu sambil menggigit bibirnya sendiri. Ia was-was juga akhirnya.
Varis memasangkan cincin pada jari manis Sovia dengan gemetar. Ia segera tenang setelah melihat Farida tersenyum padanya. Sepertinya Farida tidak marah,ia justru sebaliknya. Cincinpun tergelincir tepat pada pangkal jari manis Sovia. Ia ganti menancapkan tanda pertunangannya itu di jari manis Varis pula. Keduanya tersenyum dan menunjukkan tanda itu pada semua tamu yang disambut dengan tepukan tangan serentak. Farida pun mengikuti. Dalam hati sebenarnya tak sanggup melihat pemandangan di hadapannya itu. Tapi , bagaimanapun ia harus sadar diri akan posisinya yang hanya seorang anak pengusaha katering kecil-kecilan. Berbeda sekali dengan Varis dan Sovia yang sama – sama anak pengusaha terkenal,pengusaha yang banyak duit.
Ia melihat Varis dengan mata berair. Ada riak di matanya. Ia tak membiarkan riak itu menetes membasahi pipinya. Ia menahannya agar tidak jatuh dengan memberikan senyum termanisnya itu kepada Varis. Varis tampak enggan padanya. Setelah acara selesai,Farida serta ibu dan adiknya akan pulang. Mereka berpamitan kepada Pak Herman. Seusai berpamitan.ia dicegat oleh Varis di sebelah kanan rumah. Dengan tergesa , Varis menghampirinya. Ibu dan Eko bingung ,tapi mereka menunggu di luar tanpa bertanya – tanya.
“Selamat ya, Ris. Kmu benar –benar bahagia sekarang”,katanya tanpa menunjukkan kesedihannya.
“Da,maafin aku. Aku nggak bermaksud menyakitimu. Aku nggak tahu. Aku nggak tahu kalau pada akhirnya jadi seperti ini. Maaf, Da”,jelasnya. Ia memegang kedua tangan Farida. Tapi segera ditepiskannya.
“Maaf,Ris. Aku takut ada yang lihat kita. Lagipula kamu tak bersalah. Ini bukan kehendakmu,kan? Aku tahu itu”,matanya mulai berkaca – kaca.
“Ya, Sovia menderita kanker otak dan hidupnya tak lama lagi. Orang tuanya ingin aku membahagiakan Sovia karena sejak dulu ia mencintaiku. Tapi,sungguh. Aku tak mencintainya. Aku hanya mencintaimu. Seperti kataku tadi,aku Cuma ingin membahagiakannya saja”,jawabnya sambil terisak.
“Kau begitu mulia,Ris. Itulah alasan mengapa aku begitu mencintaimu. Kau memang berbeda dari lelaki manapun”,isaknya mulai terdengar lagi diselingi senyuman. “Baiklah. Aku tak ingin kau mengingkari janjimu.Kau harus membahagiakannya. Bukankah tak menutup kemungkinan jika lama – lama kau juga akan bahagia bersamanya?”,lanjutnya.
“Aku ingin membahagiakannya memang. Tapi harus kau tahu,aku tak ingin hal ini terjadi padaku. Ini bukan inginku. Jika aku diminta untuk memilih,aku akan memilih dirimu,Da. Aku sungguh tak ingin melepasmu. Aku tak ingin kehilanganmu,Da.Ketahuilah itu”.
“Aku tahu itu,Ris. Aku akan bahagia jika kau membahagiakannya. Dan aku lebih bahagia jika kau hidup bahagia dengannya”,katanya. Tetap dengan senyum manisnya walau matanya sempat berkaca-kaca.
“Baiklah jika itu yang kau inginkan. Aku bersedia membahagiakannya asal kau pun bahagia”,senyumnya ikut mengembang disertai air mata yang jatuh perlahan sebelum kemudian diusapnya denggunakan ujung telunjuknya. “Bolehkan aku memelukmu untuk yang terakhir kalinya,Da ?”.
Rida tak menjawab. Hanya senyum dan anggukkan kecil yang mengisyaratkan bahwa ia bersedia. Langsung saja Varis memeluknya dengan segenap rasa. Farida hanya terisak tanpa mengeluarkan suara. Air matanya jatuh sejadi-jadinya membasahi jas yang dikenakan Varis. Ia buru-buru menghapusnya lalu melepaskan pelukan Varis. Dengan tergesa ia melepaskannya. Ia merasa khawatir jika ada yang mengintainya dari kejauhan. Varis hanya kecewa sebelum berkata. Ia masih ingin merasakan pelukan Rida untuk terakhir kalinya. Dengan senyumnya yang seakan ragu-ragu,ia menatap wajah Rida lekat-lekat. Rida hanya tersenyum serta mengucapkan selamat tinggal kepada Varis.”Selamat tinggal,Ris. Aku harus pulang. Ibu dan adikku pasti sudah menunggu di luar. Aku takut mereka khawatir”,pamitnya.
“Iya,Da. Tapi bukankah kita akan tersu berteman walau aku tak lagi dekat denganmu?”,tanyanya seakan meminta jawaban dan keterangan pasti.
“Ya”,jawabnya datar. Senyumnya mengembang lagi. Ia mencoba tetap tegar layaknya batu karang meski diterjang ombak dan badai berkali-kali. Akhirnya ia meninggalkan Varis yang masih berdiri kaku dengan segenap rasa sedih dan kecewanya. Ia melihat Farida berjalan keluar. Di ujung pintu gerbang,Farida masih saja menebar senyum. Seakan memberi isyarat bahwa ia baik-baik saja,ia tak kecewa.
Ibunya bertanya ketika ia sudah ada di luar.
“Kamu abis dari mana sih,Da ? Kok pakai menemui Mas Varis segala ?”,tanya ibu penuh selidik.
“Anu,Bu. Ida dipuji karena katering kita tidak mengecewakannya dan tamu-tamu yang hadir”,senyumnya kembali mengembang. Ia puas telah berbohong kepada ibunya. Semoga saja ibu tidak tahu,pikirnya.
Ternyata cintanya berakhir sampai di sini. Sebelumnya ia tak pernah berfikir akan hal ini. Ia hanya tahu, bahwa ia sangat mencintai Varis. Tapi , sekarang Varis sudah memiliki kekasih baru yang akan membuat hidupnya lebih bahagia. Anggap saja katering tadi adalah wujud dari kegembiraannya karena Sovia pun juga merasakan kegembiraan itu. Farida berharap , Varis tak akan mengingkari janji yang telah diucapkannya tadi.
TAMAT
Tumis kangkung yang sepertinya enak , bisa dicium dari baunya yang merangsang hidung untuk memberi aba – aba kepada mulut agar segera menyantapnya. Sebenarnya ia ingin mencicipinya , tapi rasa gelisah membuatnya mengurungkan niatnya itu. Sampai saat ini sang ibu belum nampak. Namun , tak la akemudian terdengar suara pintu dibuka dari luar. Ia bergegas ke depan.
“Untung saja tadi kita mengantri lebih dulu ya, Ko. Kalau tidak , sudah ludes sayur tadi dibeli ibu – ibu sombong itu”,katanya. Eko hanya tersenyum mendengar celotehan ibunya. Dari belakang , Farida segera menghampiri.
“Bagaimana , Bu ? Dapat sayurnya ?”,tanyanya.
“Iya,Da. Dagingnya juga dapat. Pokoknya lengkap semua. Kamu sudah masak tumisnya ,kan ?”.
“Wah .. kelihatannya sudah, Bu. Baunya sjaa sampai sini. Membuat Eko lapar saja”,sahut Eko.
“Iya, nanti buat kamu disisakan,Ko. Ayo sekarang bantu Mbak Ida sama ibu di dapur !”,ajak Ida ,nama panggilan Farida.
“Siap,Mbak!”.
Mereka akhirnya pwergi ke dapur. Ketiganya mendapat tugas masing – masing. Ibu memotong daging ,Eko mencuci daging ayam, dan Farida memotong sayuran serta menyiapkan bumbu – bumbu. Ia yang akan memasaknya pula
Farida memang pandai memasak, Masakannya tak jauh beda dengan masakan ibunya. Dulu , Bu Eny ,ibu Farida adalah seorang koki di sebuah restoran ternama di Jakarta. Masakannya selalu disantap oleh pengusaha – pengusaha dari seluruh Indonesia. Namun , setelah lima tahun bekerja di restoran tersebut , ia akhirnya dipecat. Pemecatan itu bukan tak beralasan. Restoran tempatnya bekerja bangkrut , pegawai – pegawainya pun dipecat. Termasuk dirinya. Akhirnya ia memutuskan untuk mendirikan usaha sendiri di rumah bersama suami dan anaknya. Mereka mendapat modal dari pinjaman bank. Sampai suatu hari pihak bank menyita rumah dan seluruh isinya karena ternyata uang yang dipinjam sebagai modal tidak bisa dikembalikan dalam waktu dekat. Ternyata sang suami meminjam uang bank lebih dari yang direncanakan untuk modal pembuatan restoran. Ia kemudian meninggal bunuh diri karena takut di kejar polisi. Sementara Bu Eny dan Farida mendirikan usaha catering kecil-kecilan.
Waktu terus berjalan. Tinggal lima jam lagi yang tersisa sebelum makanan –makanan yang dibuat Farida dan ibunya tadi dikemas ke dalam wadah besar untuk dikirim ke pesta pertunanganseorang anak pengusaha ternama. Ia sempay heran. Mengapa pengisaha terkenal justru memesan masakan sederhana dari cateringnya ? Bukankah pertunangan anak pengusaha seharusnya mewah dengan catering yang sudah punya nama pula ? Tapi mereka justru memesan masakan tradisional kepada catering Bu Eny. Mungkin sang anak yang menginginkannya , pikirnya. Atau memang acara pertunangan yang akan diselenggarakan bertema tradisional ? Bisa jadi dua kemungkinan tadi memang benar.
Setelah daging , ayam dan sayur selesai dipotong , ia segera menyalakan kompor dan memanasi minyak. Kemudian setelah minyak panas , ia menggoreng ayam yang sudah dilumuri bumbu. Digorengnya sampai matang sempurna. Ia memasukkan ayam berikutnya setelah ayam pada kloter pertama sudah siap saji,begitu seterusnya. Lalu daging sapi yang sudah dipotong kecil – kecil oleh ibunya tadi. Ia akan membuat dendeng sapi,sisanya digoreng dengan dilumuri kecap. Yang terakhir ia membuat sop daging dengan sisa ayam yang digoreng tadi , selanjutnya salad sayur , dan minuman dingin seperti es buah dan es kelapa muda. Ia bersemangat sekali. Apalagi ada ibu dan Eko yang membantunya. Di dalam benaknya adalah bagaimana bisa membuat pengusaha itu puas atas hasil “karyanya” sehingga ia bisa mengembangkan usaha catering sang ibu. Maka dari itu ia semangat sekali ketika mengetahui bahwa seorang pengusaha terkenal mau memesan catering padanya. Ketika ditanyakannya kepada sang ibu , mengapa pengusaha itu memesan catering padanya , ternyata dulu kakeknya adalah teman seperjuangan kakek si anak pengusaha itu. Terjawab sudah pertanyaannya selama ini. Jadi , karena bersahabat rupanya. Jika tidak ada hubungan persahabatan apa mungkin mereka mau memesan catering padanya ?
Pertanyaan yang kedua itu segera ia buang jauh – jauh dari fikirannya. Ia pantang berprasangka buruk kepada orang lain. Sekarang , yang harus ia lakukan adalah menyelesaikan pekerjaannya yang tinggal sedikit. Ibu dan Eko menyiapkan wadahnya. Mereka meletakkan seluruh masakan pada wadah yang berbeda. Lima menit berikutnya , Farida sudah memutar tombol kompor gas pertanda pekerjaannya telah selesai. Ia membiarkan sopnya tetap di panci besar sedangkan dirinya segera menghambur bersama Ibu dan Eko.
Semua beres dalam waktu tiga setengah jam. Padahal waktu yang disediakan seharusnya empat jam. Setengah jam yang tersisa dimanfaatkan mereka untuk mandi dan satu jam berikutnya mereka berangkat ke tempat tujuan menaiki mobil Pak Andi,tetangga mereka yang baik hati. Pak Andi menurunkan mereka tepat di depan rumah Pak Suherman yang mewah itu. Istana presiden saja hampir tersaingi oleh bangunan mewah bergaya Spanyol itu. Rida dan Eko berdecak kagum. Sesekali mereka mengamati tiap centi permukaan bangunannya. Seperti seorang profesor yang mengamati hewan kecil melalui teleskopnya. Bu Eny hanya tersenyum geli.
Seorang bertubuh subur berlari membukakan pintu gerbang. Sepertinya ia adalah satpam di rumah itu. Pakaiannya memang tidak menunjukkan bahwa ia satpam,tapi Farida hanya menebak saja. Dengan terburu – buru mereka masuk karena si satpam bilang acara akan segera dimulai. Para tamu mena gbelum datang,namun setidaknya mereka sudah siap.
Di dalam rumah itu,mereka menyiapkan hidangan pada piring dan mangkok saji dibantu pembantu rumah tangga yang jumlahnya ada empat orang. Di sini pembantunya banyak. Mengapa tidak memasak sendiri saja ? Apa mereka tidak bisa memasak ?,pikirnya. Asumsi yang kedua jelaslah tidak benar. Pembantu diperkerjakan untuk mengurusi segala macam urusan rumah tangga termasuk memasak. Jadi kalau pembantu tidak bisa memasak , namanya bukan pembantu lagi. Mungkin memang benar kata ibu. Si kakek ingin membalas jasanya kepada kakek Ida dengan memesan katering kepadanya. Itu hanya sekedar asumsi saja.
Setelah selesai , mereka menghambur ke ruang kecil dekat dapur untuk menunggu tamu datang dan acara segera dimulai. Tuan rumah tak mengizinkan mereka pulang ,karena Bu Eny beserta keluarga sudah tercatat sebagai tamu undangan. Sesaat ponsel Ida berdering. Ada telepon dari Varis,kekasihnya.
“Halo, Ris. Ada apa?”,panggilnya lembut.
“Halo,Da”,jawabnya sedikit terisak. Ia melenguh kemudian.
“Kamu kenapa?”,tanyanya ketika mendengar suara lenguhan itu. Seperti lesu tak bertenaga.
“Aku .. Aku minta maaf ya,Da kalau aku punya salah”.
“Iya. Aku udah maafin kamu kok. Lagipula kamu nggak salah apa – apa. Kenapa , tumben bilang begitu ?
“Nggak papa, Da. Aku mencintaimu,sungguh. Aku tak ingin melepasmu”,isaknya terdengar lagi.
Seketika terdengar suara seorang lelaki yang samar – samar dan kemudian telepon terputus.Farida geleng –geleng kepala. Ia merasa Varis ingin mengucapkan sesuatu. Tapi , ia belum mendengar apa – apa sebelum kemudian telefon terputus. Sebenarnya ia ingin menelepon Varis untuk memastikan bahwa kekasihnya itu baik – baik saja , namun segera diurungkan biatnya itu mengingat ia berada di rumah orang,bukan rumahnya sendiri. Acara juga akan dimulai. Tamu undanganpun segera datang. Ternyata benar yang ditebak – tebak oleh Farida. Acara pertunangan ini bertemakan tradisional. Melihat sekeliling , ia jadi yakin bahwa tebakannya benar. Para tamu undangan wanita memakai kebaya , sedang yang pria memakau jas hitam beserta celana panjang. Untung saja Farida dan ibunya juga memakai kebaya. Jika tidak ,pasti sudah malu sekali memakai pakaian mencolok sendiri. Sedangkan Eko hanya memakai baju batik. Pak Herman ,si Tuan Rumah memakai jas berwarna coklat dengan dasi berwarna sama. Ia berdiri di dekat seorang wanita berkebaya coklat tua. Mereka tengah berbincang. Suara tamu undangan membuat bising serta kedengaran seperti dengungan lebah. Kiranya mereka tak sabar melihat pasangan yang akan ditunangkan tersebut. Tentunya dalam hati masing – masing ingin mengomentari keserasian pasangan tersebut.
Ketika akan minggir ke dekat jendela tempat makanan tersaji, Farida tak sengaja menangkap raut wajah yang cantik,berkebaya putih,sedang memasang senyum kepada setiap tamu. Farida kagum akan kecantikannya. Lipstick merahnya membuat kontras dengan warna kulitnya. Ia sepertinya hanya membubuhkan bedak sedikit saja karena wajahnya yang putih bersih terlalu indah untuk ditutupi dengan bedak bermerk terkenalpun. Lama ia memandangi wanita itu,matanya tertuju pada sosok pria yang muncul dengan tiba-tiba di dekat sang wanita. Pria itu adalah Varis,kekasihnya. Apakah Varis adalah sa;ah satu tamu undangan ?,pikirnya.Varis puntak sengaja menatapnya dengan sedikit terkejut. Perasaan was – was dan keringat dingin mulai menyerbunya. Farida hanya menyunggingkan senyum yang dibalas oleh Varis dengan ragu. Kemudian terdengar suara parau Pak Herman membuka acara. Sebelumnya ia mengenalkan putranya yang akan ditunangkan dengan seorang anak gadis pengusaha ternama pula. Pada saat namanya disebut,ia tercengang. Lehernya seperti dicekik. Bibirnya membuka tanpa mengeluarkan suara. Salahkah yang didengarnya tadi ?
Pak Herman menyebutkan nama Varis Suherman. Tak salah lagi. Memang benar Varis adalah putra pengusaha terkenal itu. Tapi, mengapa ia tak pernah cerita padanya ? Bahkan ia tak pernah menunjukkan rumahnya yang mewah itu. Sehingga Farida pun tak tahu jika rumah mewah bergaya Spanyol itu adalah rumah kekasihnya. Selama ini Varis memang tidak pernah menceritakan latar belakang keluarganya. Ia mengira Varis adalah lelaki biasa seperti dalam pikirannya. Gayanya saja sudah menunjukkan bahwa lelaki itu bukan anak orang biasa,melainkan anak orang biasa seperti dirinya. Namun ia salah. Lelaki yang menjalim cinta dengannya selama delapan bulan terakhir adalah seorang anak pengusaha terkenal. Buru-buru Farida menyembunyikan keterkagetannya sebelum ibu bertanya macam – macam. Pandangannya Tertuju pada Varis dan tunangannya. Acara tukar cincin akan segera dimulai.
“Baiklah para hadirin. Untuk mempersingkat waktu ,marilah kita segera menyaksikan acara tukar cincin antara putra saya, Varis Suherman dengan kekasihnya Sovia Felisha”.
Ragu – ragu Varis mengambil cincin tersebut dari kotaknya. Tangannya gemetar sejadi-jadinya. Sesekali ia memandang ke arah berdirinya Farida. Yang dipandang hanya menyunggingkan senyum terpaksanya. Senyumnya dibuat-buat untuk menyenangkan hati Varis dan menghilangklan ketegangan yang terjadi. Ia terus saja memperhatikan kedua pasangan itu sambil menggigit bibirnya sendiri. Ia was-was juga akhirnya.
Varis memasangkan cincin pada jari manis Sovia dengan gemetar. Ia segera tenang setelah melihat Farida tersenyum padanya. Sepertinya Farida tidak marah,ia justru sebaliknya. Cincinpun tergelincir tepat pada pangkal jari manis Sovia. Ia ganti menancapkan tanda pertunangannya itu di jari manis Varis pula. Keduanya tersenyum dan menunjukkan tanda itu pada semua tamu yang disambut dengan tepukan tangan serentak. Farida pun mengikuti. Dalam hati sebenarnya tak sanggup melihat pemandangan di hadapannya itu. Tapi , bagaimanapun ia harus sadar diri akan posisinya yang hanya seorang anak pengusaha katering kecil-kecilan. Berbeda sekali dengan Varis dan Sovia yang sama – sama anak pengusaha terkenal,pengusaha yang banyak duit.
Ia melihat Varis dengan mata berair. Ada riak di matanya. Ia tak membiarkan riak itu menetes membasahi pipinya. Ia menahannya agar tidak jatuh dengan memberikan senyum termanisnya itu kepada Varis. Varis tampak enggan padanya. Setelah acara selesai,Farida serta ibu dan adiknya akan pulang. Mereka berpamitan kepada Pak Herman. Seusai berpamitan.ia dicegat oleh Varis di sebelah kanan rumah. Dengan tergesa , Varis menghampirinya. Ibu dan Eko bingung ,tapi mereka menunggu di luar tanpa bertanya – tanya.
“Selamat ya, Ris. Kmu benar –benar bahagia sekarang”,katanya tanpa menunjukkan kesedihannya.
“Da,maafin aku. Aku nggak bermaksud menyakitimu. Aku nggak tahu. Aku nggak tahu kalau pada akhirnya jadi seperti ini. Maaf, Da”,jelasnya. Ia memegang kedua tangan Farida. Tapi segera ditepiskannya.
“Maaf,Ris. Aku takut ada yang lihat kita. Lagipula kamu tak bersalah. Ini bukan kehendakmu,kan? Aku tahu itu”,matanya mulai berkaca – kaca.
“Ya, Sovia menderita kanker otak dan hidupnya tak lama lagi. Orang tuanya ingin aku membahagiakan Sovia karena sejak dulu ia mencintaiku. Tapi,sungguh. Aku tak mencintainya. Aku hanya mencintaimu. Seperti kataku tadi,aku Cuma ingin membahagiakannya saja”,jawabnya sambil terisak.
“Kau begitu mulia,Ris. Itulah alasan mengapa aku begitu mencintaimu. Kau memang berbeda dari lelaki manapun”,isaknya mulai terdengar lagi diselingi senyuman. “Baiklah. Aku tak ingin kau mengingkari janjimu.Kau harus membahagiakannya. Bukankah tak menutup kemungkinan jika lama – lama kau juga akan bahagia bersamanya?”,lanjutnya.
“Aku ingin membahagiakannya memang. Tapi harus kau tahu,aku tak ingin hal ini terjadi padaku. Ini bukan inginku. Jika aku diminta untuk memilih,aku akan memilih dirimu,Da. Aku sungguh tak ingin melepasmu. Aku tak ingin kehilanganmu,Da.Ketahuilah itu”.
“Aku tahu itu,Ris. Aku akan bahagia jika kau membahagiakannya. Dan aku lebih bahagia jika kau hidup bahagia dengannya”,katanya. Tetap dengan senyum manisnya walau matanya sempat berkaca-kaca.
“Baiklah jika itu yang kau inginkan. Aku bersedia membahagiakannya asal kau pun bahagia”,senyumnya ikut mengembang disertai air mata yang jatuh perlahan sebelum kemudian diusapnya denggunakan ujung telunjuknya. “Bolehkan aku memelukmu untuk yang terakhir kalinya,Da ?”.
Rida tak menjawab. Hanya senyum dan anggukkan kecil yang mengisyaratkan bahwa ia bersedia. Langsung saja Varis memeluknya dengan segenap rasa. Farida hanya terisak tanpa mengeluarkan suara. Air matanya jatuh sejadi-jadinya membasahi jas yang dikenakan Varis. Ia buru-buru menghapusnya lalu melepaskan pelukan Varis. Dengan tergesa ia melepaskannya. Ia merasa khawatir jika ada yang mengintainya dari kejauhan. Varis hanya kecewa sebelum berkata. Ia masih ingin merasakan pelukan Rida untuk terakhir kalinya. Dengan senyumnya yang seakan ragu-ragu,ia menatap wajah Rida lekat-lekat. Rida hanya tersenyum serta mengucapkan selamat tinggal kepada Varis.”Selamat tinggal,Ris. Aku harus pulang. Ibu dan adikku pasti sudah menunggu di luar. Aku takut mereka khawatir”,pamitnya.
“Iya,Da. Tapi bukankah kita akan tersu berteman walau aku tak lagi dekat denganmu?”,tanyanya seakan meminta jawaban dan keterangan pasti.
“Ya”,jawabnya datar. Senyumnya mengembang lagi. Ia mencoba tetap tegar layaknya batu karang meski diterjang ombak dan badai berkali-kali. Akhirnya ia meninggalkan Varis yang masih berdiri kaku dengan segenap rasa sedih dan kecewanya. Ia melihat Farida berjalan keluar. Di ujung pintu gerbang,Farida masih saja menebar senyum. Seakan memberi isyarat bahwa ia baik-baik saja,ia tak kecewa.
Ibunya bertanya ketika ia sudah ada di luar.
“Kamu abis dari mana sih,Da ? Kok pakai menemui Mas Varis segala ?”,tanya ibu penuh selidik.
“Anu,Bu. Ida dipuji karena katering kita tidak mengecewakannya dan tamu-tamu yang hadir”,senyumnya kembali mengembang. Ia puas telah berbohong kepada ibunya. Semoga saja ibu tidak tahu,pikirnya.
Ternyata cintanya berakhir sampai di sini. Sebelumnya ia tak pernah berfikir akan hal ini. Ia hanya tahu, bahwa ia sangat mencintai Varis. Tapi , sekarang Varis sudah memiliki kekasih baru yang akan membuat hidupnya lebih bahagia. Anggap saja katering tadi adalah wujud dari kegembiraannya karena Sovia pun juga merasakan kegembiraan itu. Farida berharap , Varis tak akan mengingkari janji yang telah diucapkannya tadi.
TAMAT